Menatap Keajaiban dalam Festival Lima Gunung ke XXI

    

Derap langkah menuju keindahan alam, mendobrak kepengapan dari kota yang penuh polusi. Merangkak menapaki anak tangga mendekat pada karya nirwana tempat festival lima gunung diselenggarakan. Mendung menyelimuti permata nan elok tiap kebudayaan yang disuguhkan di desa mantran, udara dingin dikalahkan dengan kehangatan ramah tamah semua warga desa menyambut riang namun terasa sakral. Festival lima gunung yang ke 21 di hari terakhir diadakan pada tanggal 2 Oktober 2022 yang bertajuk “Wahyu Rumagang” juga dihadiri banyak tamu-tamu penting salah satunya Ibu Yenny Wahid yang turut memeriahkan acara serta meresmikan festival ini dengan memukul gong sebanyak 21 kali bertepatan dengan festival saat ini yang juga dimeriahkan oleh seluruh seniman di Nusantara hingga Manca Negara. Setiap warga masyarakat di desa Mantran memiliki peran dan dedikasi yang besar dalam terselenggaranya festival ini. Terlepas dari stratifikasi setiap warga mereka, telah menyumbangkan sedikitnya 4 hingga 6 juta rupiah, menyediakan tempat transit bagi para seniman yang akan mengisi festival tersebut lengkap dengan cemilan, makanan, parker yang memadai beserta dengan toilet yang tersebar di seluruh pemukiman warga masyarakat desa Mantran.

Mata ini terkesima dengan salah satu pertunjukan yang merupakan innovation product lahir dari seorang koreografer bernama Nabila Rifany yang ikut festival sejak 2014, waktu itu hanya sebagai salah satu penari dari komunitas lima gunung. Sampai bisa saat ini, ikut dalam komunitas lima gunung, ikut berperan juga dalam Komunitas Lima Gunung. Nabila menyatakan bawasannya selama ini merasakan bahwa festival ini adalah tempat belajar yang baik karena peran apa yang ada disini semua multi-peran, bisa jadi peran apapun, baik sesuai kemampuan, belum bisa atau masih belajar sekalipun. Festival ini tak hanya menyajikan suguhan aneka ragam budaya namun banyak hal dan pengalaman tak terduga yang suka muncul tiba-tiba, contoh tamu-tamu yang datang tak terduga, yang notabene para tokoh-tokoh, panitia dan masyarakat ikut improvisasi spontan. Festival ini didukung oleh panggung yang megah berpagarkan pohon cabe yang sangat filosofis namun walaupun ada kendala susahnya live streaming untuk acara ini karena keterbatasan sinyal di gunung andong. Ketika hujan pun tidak menyurutkan semangat kita, pengisi acara pun hujan tetap maunya tampil. Saya juga merasakan antusias dari berbagai pihak, semua makhluk hidup disana menjadi bagian dari festival itu.

Sudut pandang dari penonton yang antusias bahwa seorang penonton (Bapak”) menyampaikan betapa hebatnya petani bisa membuat acara festival seperti itu, panggung megah, penonton banyak, tamu nya istimewa dan panitia nya pun kinerjanya bak acara festival dengan EO besar. Dalam keikutsertaan Nabila di Festival ini sebenarnya berkarya yang individu dimulai pada tahun ini karena tahun sebelumnya hanya ikut jadi penari atau panitia. Festival ini jadi rebutan dan gengsi para pengisi acara hingga sampai pengisi acara membludak dan banyak yang masih ingin mengikuti akan tetapi sudah full. Secara prosedural dalam keikutsertaan seniman di festival ini dari panitia festival menghubungi dan memberi tawaran pihak seniman yang pernah mengisi di festival tahun lalu, setelah sisa slot baru panitia mempersilahkan untuk seniman yang bersedia untuk mengisi festival tersebut. 


Menurut Nabila festival ini paling keren dan megah, tamu undangan tak terduga bisa dilihat juga dari effort para penonton keren dan banyak sanak kadang lima gunung yang menjadikan festival ini tempat reuni karena lama tidak bertemu. Hal tersebut dapat terjadi karena festival ini adalah puncak acara 1x dalam satu tahun tapi sebelumnya terdapat rangkaian acaranya seperti pra acara pembukaan. Harapan saya bersama dengan Nabila Festival Lima Gunung tahun depan semoga bisa menjaring individu-individu dan komunitas untuk berkarya khususnya yang dari luar kota dan sukses serta lebih baik lagi untuk festival ini.


    

Popular Posts